18 Februari 2009
ANAK SIMEULUE LUNCURKAN BUKU
10 Februari 2009
KADER YANG GELISAH? (REFLEKSI 62 TAHUN HMI)
03 Februari 2009
MENGEMBALIKAN PATRIOTISME PARA KERAH PUTIH
Menjadi seorang patriotik, tentunya keinginan setiap orang. Apalagi jika kita melihat bagaimana gigihnya para pejuang dahulu memperjuangkan kemerdekaan yang bisa kita nikmati saat ini. Tapi apakah sikap patriotik itu hanya bisa dimiliki oleh para pendahulu kita yang rela berjuang sampai titik darah penghabisan untuk memperjuangkan sebuah kemerdekaan hidup? Bagaimana dengan kita, yang hidup di jaman merdeka, dan penuh dengan para profesional yang selalu bergumul dengan pensil, kertas, dan komputer, adakah peluang kita menjadi seorang patriot?
Pada konteks kekinian, tentunya bangsa ini tidak lagi memerlukan para pejuang yang siap tempur di medan laga seperti para pendahulu kita. Saat ini bangsa ini butuh generasi yang melawan penjajahan laten; baik di ranah sosial, politik, budaya, dan ekonomi. Setelah diraihnya kemerdekaan tahun 1945, yang menjadi musuh utama bangsa ini adalah kemiskinan struktural yang bisa memengaruhi iklim sosial, ekonomi, politik, dan budaya bangsa Indonesia di setiap level masyarakat.
Kemiskinan, pengangguran, perilaku politik amoral, konflik horizontal dan ketidakmandirian ekonomi bangsalah, yang harus diusir para pejuang hari ini. Penjajahan yang mengerangkeng kebebasan bangsa, menuntut kehadiran pejuang dari pelbagai elemen bangsa yang tercerahkan. Dan, mereka memiliki kesadaran atas realitas, yang dihuni keberbagaian soal hidup, yang akan mengangkat harkat, martabat dan derajat bangsa ke arah kemandirian. Sebab, kesejahteraan adalah hak dan impian setiap warga masyarakat di daerah manapun. Maka, menggapai kesejahteraan merupakan jalan utama rehumanisasi bangsa yang telah diintimidasi dan dijajah kaum pribumi sendiri (baca: pejabat korup). Oleh karena itu, usaha membebaskan keterbudakan jiwa warga masyarakat adalah inti perjuangan dari pejuang hari ini, yang eksistensinya kian tergerus ke arah sikap hidup individualistik, nihil empatik, dan tidak berhasrat heroik-patriotik. Dalam bahasa lain, bangsa sangat memerlukan kehadiran generasi yang sadar atas peran dan fungsi kemanusiaannya, agar rakyat bisa bernafas lega menghirup udara kesejahteraan yang didambakan.
Perkuat Landasan Moral
Sebagai profesional, tingkatan moral kita memang sering diuji, terutama pada situasi-situasi yang sulit atau "beda-beda tipis" kalau istilah anak sekarang. Kita sering dihadapkan pada pilihan-pilihan seperti maukah kita menerima ‘komisi’?, maukah kita menerima ‘gratifikasi’ untuk projek yang sudah selesai?, atau maukah kita menerima seorang kawan sebagai seorang rekanan untuk project-project tertentu? Uji kekuatan moral kita yang sebenarnya bukanlah terletak pada jawaban 'iya' atau 'tidak'-nya, melainkan pada alasan mengiyakan atau menolaknya dan apa yang melatarbelakangi reaksi kita. Tidak mau menerima komisi karena 'takut ketahuan, takut dihukum, takut dikeluarkan dari perusahaan', atau 'karena ada peraturannya' ? Sementara, ada alasan-alasan lain yang bisa melandasi tindakan kita, yang 'lebih luhur', misalnya: demi etika jabatan, demi keuntungan perusahaan, keamanan, tanggung jawab profesi, dan banyak lagi nilai-nilai luhur lain yang sifatnya tidak hanya mengacu pada kepentingan diri sendiri.
Lahan bisnis yang sudah demikian kompleks memberi kemungkinan bagi "kriminal kerah putih" untuk terus beroperasi. Kita kenal para "hacker" yang justeru terdiri dari orang orang pintar, kita juga mengenal praktek "money laundry" dan kejahatan perbankan yang dilakukan oleh para profesional. Kejahatan kerah putih ini hanya bisa dikalahkan atau dibasmi, oleh para profesionalnya sendiri dan sikap moral profesional juga. Dengan memegang dan mempertahankan prinsip kebenaran dengan alasan yang kuatlah, seorang profesional bisa berdiri tegak, memegang prinsip, melarang, menolak dan menghalangi praktek praktek yang ‘salah’ , atau hampir salah dan merugikan perusahaan atau negara.
Berani Mati
Bayangkan bila kita tiba-tiba berhadapan dengan orang yang mengancam institusi tempat kita bekerja, dan kita ragu untuk menghadapinya. Apa sebenarnya alasan yang mendorong kita untuk berani menghadapi bahaya? Bukankah kita tidak mau kalah dari prajurit Pasukan Perdamaian Perang Libanon-Israel yang tanpa ragu meninggalkan keluarga membela kebenaran dan keadilan Beranikah kita memberantas korupsi, dan tidak menjadikannya hanya sebagai jargon belaka? Beranikah kita tetap menerapkan tindakan sesuai jalur profesi dan menolak perintah atasan untuk melanggarnya?
Inilah saat yang baik bagi para profesional untuk menguji nyali dan mengintrospeksi, apakah dia berani mati demi profesi, kebenaran, nurani atau negara, walaupun terkadang mengorbankan kepentingan diri sendiri.
Berani Kotor
Tidak hanya prajurit TNI yang harus berani kotor dan terjun ke lapangan. Berani kotor versi pekerja profesional mungkin memang tidak secara fisik membangun jembatan, tetapi beranikah kita masuk ke dalam permasalahan secara detil? Bisakah kita menghadapi kesulitan dan kenyataan? Maukah kita menghadapi konflik? Begitu kita tidak berani kotor, maka lepaslah kita dari kemampuan untuk memecahkan masalah kongkrit. Padahal negara perlu profesional yang mau terjun ke lapangan, rajin inspeksi, memanfaatkan "rasa" dan inderanya lebih banyak supaya problem bisa dikenali lebih dalam. Profesional perlu berani bersusah-susah riset agar tidak selamanya memecahkan masalah secara trial and error.
Disiplin Sikap
Disiplin tidak pernah akan lekang dimakan jaman. Disiplin ilmu yang kita pelajari di bangku kuliah memang perlu dihafal mati dan dilaksanakan sesuai prosedur yang sudah digariskan. Sikap disiplinlah yang menyebabkan orang tidak mau melakukan malpraktek, atau juga "potong kompas". Hanya dengan sikap tertib dan konsisten, kita bisa bergerak cepat dan kreatif untuk mencari dan menginovasi jalan dan cara baru. Tepat waktu, jawab telpon segera, tepati janji, ikuti peraturan, tetapkan standar, tuntaskan pekerjaan perlu menjadi gaya hidup profesional. Disiplin membuat kita selau "waspada" dan siap memberikan respons terhadap ancaman luar. Bukankah negara perlu diisi oleh profesional yang bermuka cerah dan siap ditantang, karena pandai mengelola waktu dan tugas?
Mari "Kita kembali pulang, menuju kita yang menang, walau mayat terkapar di medan perang" Sedikit mem"benchmark" semangat latihan para perajurit, kita juga perlu melakukan upaya penyiagaan mental, penyamaan derap dan penularan semangat. Beri kolega kita semangat. Matikan pesimisme. Ungkapkan "power words". Gantikan mengeluh soal negara, perusahaan dengan saling memberi kebersamaan, insiprasi dan solusi bagi lingkungan kerja kita. Bukankah bumi Indonesia ini perlu dipupuk dan disirami oleh semangat, derap, entusiasme dan daya juang profesional kita semua? Jika bukan sekarang, lalu kapan? Jjika bukan kita yang memulainya, lalu siapa lagi!!!
Sumber : kabarindonesia. com
ALI SYARI'ATI
Penulis : Ali Rahnema
Penerbit : Erlangga, Jakarta
Edisi : I, 2006
Tebal : xvi + 648 halaman
Seperti tokoh-tokoh Iran lainnya, ketokohan dan intelektualitas Syari'ati semakin populer bagi masyarakat muslim Indonesia setelah Revolusi Iran meletus pada 1979. Apalagi setelah buku-buku karyanya, misalnya Kritik Islam atas Marxisme dan Sesat-Pikir Barat Lainnya, Islam Agama 'Protes', dan Haji diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Indonesia.
Kini, sosok, latar belakang, aktivitas, dan pemikiran Syari'ati bisa dibaca dan ditelaah lebih dalam melalui buku karya Ali Rahnema, Ali Syari'ati: Biografi Politik Intelektual Revolusioner. Melalui buku itu Syaria'ti semakin mudah dipahami masyarakat Indonesia. Dalam buku itu Rahnema memaparkan sisi-sisi kehidupan Ali Syari'ti, mulai dari masa kecil, pendidikan, politik, hingga kematiannya dalam pengasingan pada umur 44 tahun, usia yang relatif muda.
Rahnema memotret perjalanan kehidupan dan aktivitas politik Syari'ati sebagai seorang pemikir religius dan aktivis revolusioner.
Inilah satu-satunya buku biografi Ali Syari'ati yang kini diterbitkan dalam edisi Indonesia dan ditulis dengan data lengkap, mendalam, dan mendetail. Rahnema tidak hanya menjelaskan liku-liku dramatis dan tragis perjalanan kehidupan Syari'ati, tetapi juga memaparkan kondisi budaya, sosial, ekonomi, dan politik yang mengitarinya. Dengan objektivitas akademisnya, tapi tetap simpati dan hormat, guru besar dalam bidang ilmu ekonomi pada American University, Paris, ini berhasil merekam dan menawarkan pemahaman baru tentang sosok dan figur Syari'ati yang posisinya di dalam Revolusi Iran cukup penting dan diperhitungkan.
Buku biografi Ali Syari'ati ini melanjutkan dan memperkukuh tradisi penulisan riwayat hidup seseorang yang telah berlangsung selama 15 abad lebih. Tradisi penulisan biografi ini bisa dilacak pada masa-masa awal Islam yang biasa disebut sirah. Penulis biografi Nabi Muhammad SAW paling awal adalah Aban ibn Utsman ibn Affan (w. 105/723)--putra Khalifah Utsman ibn Affan yang lahir 10 tahun setelah Nabi wafat. Penulis pertama yang menggunakan istilah sirah atau biografi ialah Muhammad ibn Muslim ibn Syihab al-Zuhri yang merekonstruksi sirah Nabi dengan struktur yang baku, dan menggariskan kerangka dalam bentuk yang jelas.
Biografi adalah sirah, sekaligus tuntunan, anutan, sejarah, dan masa lalu yang sangat layak dipelajari dan dikaji untuk kehidupan masa depan. Karena itu, sebuah buku biografi, termasuk buku biografi Ali Syari'ti ini bisa menjadi uswah hasanah bagi perilaku teladan kehidupan dan pemikiran seseorang dan masyarakat luas umumnya. Dengan demikian, biografi Syari'ati ini layak dijadikan sebagai sumber referensi untuk merumuskan masa depan pemikiran dan aktivitas politik umat Islam, termasuk pula bagi masyarakat Indonesia.
Biografi Syari'ati karya Rahnema ini tampaknya mengikuti gaya dan model penulisan biografi klasik yang biasanya menggunakan pendekatan kronologis--ditulis secara berurutan dan terinci sesuai dengan masa-masa terjadinya suatu kisah atau peristiwa kehidupan. Biografi semacam ini sering disebut sejarah kronologis atau sejarah 'urut kacang', dan banyak digunakan para penulis biografi. Inilah cara penulisan biografi yang paling sederhana, akurat, dan tidak terlalu rumit untuk menjelaskan dan memaparkan rincian-rincian dasar perikehidupan seseorang.
Karena kronologis, penulisan biografi klasik biasanya dimulai dengan penggambaran kehidupan seseorang dari prakelahiran, kelahiran, masa kanak-kanak, keluarga, perkawinan, pendidikan, aktivitas, pemikiran, pemberontakan, pemenjaraan, hingga masa-masa akhir hidupnya, seperti tampak jelas pada biografi Syari'ati yang ditulis Rahnema ini.
Buku yang terdiri atas 23 bab ini dimulai dengan pemaparan Rahnema tentang kondisi politik dan religius yang melatarbelakangi prakelahiran Syari'ati dan keluarganya, yang ditulisnya hingga tiga bab.
Dalam bab empat, Rahnema baru memaparkan tentang masa kecil dan masa dewasa yang dilalui Syari'ati. Seperti disebutkan Rahnema, pikiran dan ide-ide Syari'ati dibentuk oleh bacaan yang diperolehnya selama masa pendidikan (h. 69-73). Bacaan-bacaan Syari'ati cukup beragam, dan memengaruhi pola pikir dan ide. Daftar bacaannya berjalan melalui sebuah transformasi radikal pada saat dia mulai masuk ke sekolah dasar sampai ke sekolah menengah.
Di sekolah dasar, Syari'ati telah membaca berbagai jenis buku; karya Victor Hugo Les Miserables, Que sais-je, History of Cinema, dan buku populer yang best seller seperti Zan-e- Mast. Di tingkat sekolah menengah, Syari'ati mulai mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan masalah-masalah filsafat, mistik, dan sufisme. Dalam bidang filsafat, ia melahap karya-karya filosof Jerman, seperti Arthur Schopenhauer, Franz Kafka, dan penyair besar Jerman Anatole France. Ia memiliki kenangan pertama terhadap karya-karya Maurice Maeterlink. Ia mengacu kepada penulis dan penyair simbolik dari Belgia ini sebagai pemandu dalam merefleksikan dan memeditasikan kebenaran yang ada di balik realitas.
Adapun literatur sufi yang dibaca Syari'ati adalah karya sufi besar, seperti al-Hallaj, al-Junayd, Qadi Abu Yusuf, Syabastari, Qusyairi, Abu Said Abu al-Khayr, Abu Yazid al-Bustami, Ayn al-Qudat al-Hamadani, dan Maulana Jalaluddin Rumi. Dalam masa-masa tersebut, seperti dijelaskan Rahnema, Syari'ati juga telah membaca buku-buku tafsir Alquran, sastra, puisi, sejarah Islam, dan tentu saja buku-buku politik.
Dalam bab-bab berikutnya, khususnya bab lima, Rahnema memaparkan keterlibatan Syari'ati dalam aktivitas politik. Syari'ati, jelas Rahnema, secara efektif memulai aktivitas politiknya ketika menjadi mahasiswa pada institut keguruan. Baru pada 1950, Syari'ati menjadi anggota aktif dalam sebuah partai politik. Namun, dasar-dasar kesadaran sosial politiknya telah ia tanam pada Pusat Penyebaran Kebenaran Islam ketika ia masih berusia 15 tahun. Dalam perkembangan berikutnya, Syari'ati dapat digolongkan sebagai seorang agitator dan pemimpin politik, dan tentu saja tidak mengesampingkan tulis-menulis sebagai kegiatan utamanya. Antara periode 1951-1955, Syari'ati secara produktif menulis artikel-artikel tentang sosial politik.
Dalam artikel-artikelnya, papar Rahnema, Syari'ati menyerukan penerapan konsep Islam tentang al-amr bi al-ma'ruf wa al-nahy 'an al-munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari perbuatan mungkar) ke wilayah sosial politik. Konsep Islam ini merupakan sebuah tanggung jawab sosial yang diwajibkan atas semua orang. Di tangan para agamawan tradisional, konsep Islam ini hanya dipahami dalam batas-batas ibadah. Konsep ini sebenarnya bisa diimplikasikan dan dimanifestasikan ke dalam kehidupan kontemporer, yaitu untuk mencegah kemungkaran sosial politik. Misalnya, berjuang menentang imperialisme internasional, zionisme, kolonialisme dan neokolonialisme, kediktatoran, pertentangan kelas, rasisme, imperialisme kebudayaan, dan westernism.
Dengan pemahaman semacam itu, jelas Rahnema, Syari'ati sebenarnya 'mengumandangkan' bahwa 'mengajak' kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran bukan monopoli agamawan, tapi menjadi tanggung jawab sosial, dan dalam konteks wilayah sosial politik, tanggung jawab sosial itu menjadi kewajiban setiap muslim. Kewajiban itu tidak hanya berupa nasihat, tapi sebagai ajakan yang mengikat dan didukung oleh kekuatan. Kewajiban itu mustahil dilaksanakan tanpa memerangi ketidakadilan dan perilaku jahat.
Sumber : titikbalic
02 Februari 2009
MENJINAKAN KEKUASAAN (Gaya Bertrand Russell)
Keinginan untuk membaca kembali karya Bertrand Russell seringkali hanya ada dalam pikiran. Apa sebetulnya yang menarik dibalik karyanya ? Pandangan Russell mengenai kekuasaan seringkali terngiang di kepala. Bahwa kekuasaan menurutnya bagai energi. Pemisalan yang bisa mencerahkan. Cara menelisik bagaimana kekuasaan dipraktekan pada negara. Dan terbacalah karya Russell yang berjudul “Kekuasaan : sebuah analisis sosial baru”. Terjemahan (1988) dari bukunya berjudul “Power: a new social analysis”.Bagi Russell, kekuasaan terus menerus berubah dari salah satu bentuk menjadi bentuk yang lainnya. Dan tugas ilmu sosial adalah mencari hukum-hukum mengenai perubahan itu. Sebab itulah, konsep dasar dari ilmu sosial adalah kekuasaan. Sebagaimana halnya energi merupakan konsep dasar fisika. Bentuk dari kekuasaan bisa seperti kekayaan, militer, otoritas sipil, pengaruh atas pendapat dan lainnya. Tidak satu pun dapat ditempatkan dibawah yang lainnya. Dan tidak satu pun diantara itu dapat dianggap sebagai tiruan dari bentuk lainnya. Upaya untuk membahas salah satunya, hanya akan berhasil sebagian. Seperti juga kajian mengenai salah satu bentuk energi akan cacat kecuali bila bentuk lainnya diperhitungkan.
(*) Pemerhati Demokrasi
Mengambil Hikmah Dari Sejarah HMI
Fase awal beridirinya HMI adalah kegelisahan Lafran Pane, yang melihat minimnya pengajaran agama Islam pada mahasiswa waktu itu. Padahal mahasiswa adalah aset bangsa dan umat yang akan mengendalikan kehidupan masyarakat di masa depan,yang akan menjadi pemimpin umat di masa mendatang. Karena itulah semangat dasar HMI adalah Ke-Islaman dan karena ia berada di dalam wilayah Indonesia ia juga bersifat Ke-Indonesian. Pertanyaan yang mesti kita ajukan adalah sebarapa jauh HMI mampu memberikan kontribusi bagi Umat Islam dan Bangsa Indonesia?
Fase-fase sejarah HMI sudah dimulai sejak awal berdirinya pada th 1947, dimana masa itu merupakan fase perjuangan pasca kemerdekaan. HMI turut berkontribusi dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Tahun 60-an merupakan tahun perjuangan HMI melawan ideologi komunisme. Fase penting lain adalah pada tahun 80-an , diterapkannya aturan azas tunggal Pancasila bagi ormas dan orpol, memberikan akibat bagi banyak ormas dan orpol. Pada HMI kebijakan ini sampai membuat perpecahan di tubuh organisasi dengan lahirnya MPO.
Secara singkat dari rentetan sejarah yang cukup panjang dan penuh dinamika telah melahirkan banyak tokoh yang kemudian menduduki posisi penting di negeri ini. Kalau kita amati setiap tokoh yang muncul dan berhasil menduduki posisi penting, selalu memiliki sesuatu yang secara mencolok berbeda dengan mahasiswa lain pada zamannya. Berbeda dari segi peran, berbeda dari segi keseriusannya dan lain-lain. Masing-masing kader telah menduduki posisi tertentu dalam level yang berbeda. Selain itu metode perkaderan di HMI turut memberikan andil bagi kesuksesan kader. Walaupun ada beberapa kader yang belakangan terpeleset kedalam persoalan serius yang akhirnya menghancurkan kariernya, tentu ini adalah kealpaan dan kelalaian sebagai manusia yang juga perlu kita ambil pelajaran.
Dinamikan zaman dari satu ke waktu tidak akan selalu sama , maka pensikapan dan pemecahan masalah juga akan berbeda dalam setiap zaman. Diperlukan sikap kritis dan kreatif bagi setiap kader. Memakai cara yang sama untuk setiap persoalan yang berbeda tentu bukanlah pilihan yang tepat. Kemampuan menganalisa masalah merupakan keterampilan yang harus diajarkan bagi setiap kader. Keterampilan menganalisa masalah yang baik jika ia didukung oleh pengetahuan yang luas,kejernihan dan ketenangan berfikir serta pengalaman dalam hidupnya. Itulah pentingnya sebuah perkaderan, memberi kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan menyelesaikan masalah. Metode dan materi perkaderan tentu harus terus menerus dievaluasi agar tidak ketinggalan zaman. Mungkin substansi materi tidak berubah, tetapi penekanan yang bias jadi berubah.
Pertama , penajaman pemahaman, praktik keislaman. Kajian-kajian keislaman yang moderat, terbuka dan didukung praktek secara praktis . Ajaran Islam bukanlah agama angan-angan yang cukup difikirkan dan dipahami saja tetapi juga dipraktekkan (Iman dan Amal soleh). Ruh dasar dari HMI adalah Islam, Islam haruslah menjadi spirit perjuangan dan tindak tanduknya.
Kedua, Tradisi Intelektual yang perlu terus dipertahankan dan dikembangkan. Secara sederhana ada tiga hal yang bisa dijadikan parameter tradisi intelektual bagi kader HMI, tradisi membaca,tradisi berdiskusi dan tradisi menulis. Apabila ketiga hal tersebut sudah melekat bagi setiap kader maka harapan HMI sebagai lumbung intelektual bangsa dan umat bukan mustahil.
Ketiga, Pengembangan kemampuan Manajerial dan Kepemimpinan. Bagaimanapun Pemuda adalah pemimpin masa depan bangsa dan umat karena itulah HMI perlu mempersiapkan hal tersebut. Secara sistematis dan terstruktur perlu dilaksanakan perkaderan dalam hal ini. Tidak kalah pentingnya memberikan kesempatan kepada kader untuk mengaktualisasikan kemampuannya sesuai bidang yang diminati dan mampu dijalani.
Tentu melaksanakan hal tersebut bukanlah perkara mudah butuh stamina yang prima dan sikap istiqamah dari waktu ke waktu. Sikap Ikhlas dalam melaksanakan setiap proses perkaderan dalam rangka mengharap ridhla Allah SWT serta sungguh-sungguh merupakan kunci keberhasilan.
BENCANA ALAM DAN KEMISKINAN BERKELANJUTAN
Serambi Indonesia, 31/01/2009 - Penulis adalah Alumni HMI dan Sosiolog
18 Januari 2009
PERSAINGAN REGIONAL SEBABKAN ARAB MEMBISU TENTANG INVASI ISRAEL KE GAZA
Pemerintah Arab di kawasan itu telah sangat marah terhadap intensitas kampanye Israel, dengan emir Qatar menuduhnya melakukan “kejahatan perang”.Namun negara emirat kecil itu, yang sejak tahun 1996 menempatkan sebuah kantor perdagangan Israel -- satu-satunya di kawasan Teluk -- samasekali tidak menunjukkan keinginan untuk memutuskan hubungan.Tanggung-jawab DK PBBTujuan utama negara-negara Arab ialah mengusahakan resolusi gecatan senjata secepatnya di Dewan Keamanan (DK) PBB.“Ini menjadi tanggung-jawab dewan untuk mengakhiri konflik manapun sesegera mungkin, dan tidak terkecuali konflik yang sedang terjadi di Gaza sekarang,” kata Menlu Saudi, Pangeran Saud Al-Faisal kepada DK PBB Selasa lalu.Qatar menghimbau diselenggarakannya KTT darurat para pemimpin Arab, tapi Saudi, salah satu diantaranya, “meremehkan” KTT seperti itu yang hanya akan “melahirkan komunike-komunike.”“Apa lagi yang bisa kita lakukan? Tidakkah ada yang siap melawan Israel?” tanya Mohammed al-Zulfa, pakar sejarah dan anggota Dewan Shura Saudi, dewan penasehat yang para anggotanya diangkat oleh Raja Abdullah.
Sejumlah pihak memberi kesan bahwa Mesir dan Jordania, hanya dua negara tetangga ini di kalangan dunia Arab yang punya hubungan dengan Israel, mestinya bisa saja menarik Dubes mereka dari Israel sebagaimana yang dilakukan oleh Mauritania Senin.Namun Zulfa dan anggota dewan lainnya menyangsikan hal itu akan mengganggu atau berpengaruh bagi Israel.Pada inti permasalahannya terdapat rasa tidak senang dengan Hamas. Pemerintah negara-negara Arab, kecuali Suriah, mendukung faksi Fatah yang moderat pimpinan Presiden Palestina Mahmud Abbas, yang diusir dari Gaza oleh Hamas bulan Juni 2007.
Setelah dimulainya serangan Israel 27 Desember lalu, banyak pemerintah negara Arab mengutuk Israel, namun juga mengecam “tidak adanya persatuan” Palestina.Mesir dan Arab Saudi juga mengecam Suriah dan Iran karena mendorong Hamas untuk mengakhiri isu geopolitik mereka sendiri, dan kini mereka khawatir, kalau mereka membantu Hamas akan bisa memperkuat Damaskus dan Teheran secara regional.“Gaza sudah dua kali diremukkan: pertama oleh tindakan barbar Israel, dan yang kedua oleh negara-negara yang mengeksploitir kepentingan Palestina dan Hamas guna memberhasilkan target-target tertentu mereka di kawasan itu,” tulis Tareq al-Homaid, Pemred suratkabar Al-Sharq al-Aswat milik Saudi yang punya hubungan dekat dengan pemerintah.KekhawatiranLebih-lebih lagi, beberapa analis mengatakan, mereka khawatir kalau membantu Hamas akan bisa memberi kekuasaan kepada kelompok -kelompok radikal yang berhubungan dengan Hamas di dalam negeri mereka sendiri.“Pemerintah di kawasan itu tidak ingin turut campur, begitu juga dalam membantu sentimen-sentimen revolusioner di dalam masyarakat mereka,” kata al-Sais.
Kekhawatrian itu nampak di dalam kebulatan tekad di negara-negara Teluk untuk membatasi aksi-aksi protes pro-Palestina sebagaimana yang sudah pecah dimana-mana.Keinginan publik untuk menunjukkan dukungan mereka cukup jelas. Sejumlah penahanan sudah dilakukan pekan lalu ketika otorita setempat memadamkan dua aksi protes di timur Arab Saudi, dan di Jeddah, mahasiswa memakai selendang gaya-Palestina sebagai tanda simpati mereka.Riyadh berusaha menyalurkan kemarahan publik. Hari Jumat (2/1), para imam di mesjid-mesjid yang biasanya dilarang keras menyerempet-nyerempet ke politik, telah diizinkan menyampaikan khotbah menyangkut krisis tersebut.
Dan keesokan harinya, sebuah acara televisi khusus non-stop yang disponsori pemerintah selama 11 jam telah berhasil mengumpulkan 32 juta dolar untuk rakyat Palestina.Yang mengkhawatirkan, kata sejumlah analis, semakin lama berkelanjutannya ofensif Israel, maka akan semakin melebar jurang pemisah antara sentimen publik, yang dikobarkan oleh liputan tentang korban rakyat Palestina yang bergelimang darah melalui televisi, dan tentang kemampuan pemerintah setempat untuk memberikan responnya.“Ini semakin memberikan tekanan terhadap negara-negara Arab yang menempatkan mereka di posisi yang sangat buruk sekali,” kata Dakhil.(AFP/sya)
12 Januari 2009
Pengakuan Seorang Perusak dan Perampas Ekonomi Negara
Sebenarnya Perkins sudah dari 20 tahun lalu memulai menulis bukunya, namun ancaman dan sogokan membuat usaha itu selalu terhenti. Sejumlah kejadian besar dunia seperti Perang Teluklah yang akhirnya membuat ia berkeras hati menerbitkan bukunya. Perkinss yang dari 1971 hingga 1981 bekerja pada perusahaan konsultan internasional "Chas T. Main" sebagai "economic hit man" (EHM - perusak ekonomi), menjelaskan secara rinci apa yang terjadi dan sepak terjang EHM selama ini. Berikut adalah ringkasan dari sejumlah wawancara yang pernah dilakukan terhadap Perkins.
Di dalam bukunya Perkins menulis, "Buku ini didedikasikan untuk presiden di dua negara, yaitu Jaime Roldós (Presiden Ekuador) dan Omar Torrijos (Presiden Panama). Keduanya terbunuh dalam "kecelakaan" yang mengerikan. Kematian mereka bukan karena kecelakaan. Mereka dibunuh karena menolak bekerja sama dengan perusahaan, pemerintahan, dan pimpinan perbankan yang mempunyai tujuan menjadi imperium dunia (Amerika). Kami para perusak ekonomi telah gagal mempengaruhi Roldós dan Torrijos, dan para perusak jenis yang lain yaitu CIA - "serigala pengeksekusi" - yang selalu di belakang kita, kemudian melakukan tindakan," demikian kesaksian pembuka Perkins.
Pada dasarnya apa yang dilatih kepada para EHM adalah untuk membangun imperium Amerika. Tugas mereka adalah merekayasa situasi agar berbagai sumber daya dunia sebisa mungkin keluar dan menuju AS, baik perusahaan maupun pemerintahanannya. "Dan nyatanya kami telah mengerjakan dengan begitu berhasil. Kami telah membangun imperium terbesar dalam sejarah dunia. Ini dikerjakan lebih dari 50 tahun sejak Perang Dunia II, dengan kekuatan militer yang benar-benar sangat kecil. Hanya suatu kejadian yang amat jarang, yaitu Irak, di mana serbuan kekuatan militer sebagai tindakan paling akhir," jelas Perkins.
Imperium ini, dibangun terutama melalui manipulasi ekonomi, melalui pencurangan, melalui penipuan, melalui bujukan sehingga mereka mengikuti maunya AS, melalui para "economic hit men". "Saya adalah salah satu bagian utama dari hal itu. Perkins pertama kali direkrut oleh Badan Keamanan Nasional (National Security Agency, NSA), institusi terbesar AS ketika ia kuliah bisnis di akhir 1960-an.
Sepak terjang EHM pertama kali dilakukan oleh Kermit Roosevelt yang berhasil menumbangkan pemerintahan Iran. Sebuah pemerintahan yang terpilih secara demokratis, yaitu pemerintahan Mossadegh. Majalah Times pernah menjadikan Mossadegh sebagai sosok terpilih dunia (person of the year). Roosevelt telah melakukan begitu sukses, tanpa ada darah yang tumpah, tanpa intervensi militer, hanya mengeluarkan jutaan dollar dan telah bisa mengganti Mossadegh dengan seorang Shah dari Iran.Satu persoalan muncul karena Roosevelt adalah agen CIA. Ia adalah pejabat pemerintahan. Jika ia tertangkap, ia akan mendatangkan banyak kesulitan. Ini pasti akan sangat memalukan. Lalu, dengan mempertimbangkan ini, akhirnya diambil keputusan untuk merekrut orang-orang potensial menjadi EHM, seperti Perkins. Orang-orang ini tidak bekerja pada pemerintah tetapi dikirim untuk bekerja pada perusahaan konsultan swasta, perusahaan konstruksi, sehingga kalau mereka tertangkap, maka tak ada hubungannya dengan pemerintah.
Inilah yang membuat Perkins bekerja pada perusahaan Chas. T. Main di Boston, Massachusetts. Di sana ada 2.000 pekerja, dan ia menjadi pimpinan ekonom. Ia mempunyai staf 50 orang. Pekerjaannya yang utama adalah membuat kesepakatan dengan memberikan utang pada negara lain, utang raksasa yang jauh lebih besar dari kemampuan mereka mengembalikan. Salah satu persyaratan dalam utang itu - katakanlah dengan utang sebesar satu miliar dolar, kepada negara seperti Indonesia atau Ecuador - negara-negara itu akan memberikan kepada kita 90% dari utang itu, kembali kepada sebuah perusahaaan AS, melalui pembangunan infrastruktur. Perusahaan-perusaha an besar itu (seperti Halliburton atau Bechtel) kemudian membangun sistem kelistrikan, pelabuhan, atau jalan tol, dan itu semua pada dasarnya hanya melayani sebagian kecil penduduk, yaitu para orang-orang kaya di negara-negara itu.
Rakyat miskin di negara-negara itu akan tetap saja berkubang dengan kemiskinan dan hidup dengan utang raksasa yang tak mungkin dapat dibayar. Negara seperti Ekuador harus membayar utang dengan 70% dari anggaran pendapatan nasional mereka. Ini benar-benar memberatkan mereka. Lalu, EHM akan meminta kompensasi minyak. "Jadi, ketika kita ingin minyak, kita ke Ekuador dan tinggal menuntut: Lihat, kamu tidak bisa membayar utangmu, maka berikan perusahaan-perusaha an minyakmu, hutan tropis Amazonmu yang dipenuhi minyak," jelas Perkins. Dan kini AS telah menguasai dan menghancurkan hutan tropis Amazon, menekan Ekuador untuk memberikannya kepada AS, karena mereka mempunyai utang raksasa yang terakumulasi. Jadi utang raksasa itu sebagian besar akan kembali ke AS, sementara negeri itu (Ekuador) akan mendapat beban utang dengan bunga yang besar, dan menjadi pelayan dan budak AS.
Mengenai bukunya Perkins menjelaskan bahwa pada tahun 1990-an sebuah perusahaan konstruksi telah memberikan sogokan sebesar setengah juta dolar agar ia tidak melanjutkan penulisan bukunya. "Secara legal ini bukanlah sogokan. Saya dibayar sebagai seorang konsultan. Ini semua legal. Tapi sebenarnya saya sama sekali tak mengerjakan apa-apa. Saya hanya dilarang menulis buku apa pun terkait dengan topik itu (pencurangan) . Dan saya harus mengatakan bahwa ini adalah kisah yang luar biasa - ini nyaris mirip cerita James Bond."
Perkins juga menceritakan bagaimana NSA pernah memeriksa dirinya seharian dengan mesin penguji kebohongan. Mereka menemukan semua kelemahan dirinya dan kemudian membujuknya. Mereka menggunakan sarana yang paling kuat dalam kebudayaan manusia yaitu seks, kekuasaan, dan uang, untuk mengalahkan dirinya. Perkins yang berasal dari keluarga Inggris yang sangat tua, Calvinis, terkenal dengan nilai-nilai moralnya. "Saya berpikir, kisah tentang saya benar-benar memperlihatkan bagaimana kuatnya sistem itu dan pengaruh candu seks, uang, dan kekuasaan, sehingga dapat membujuk rayu, karenanya saya begitu terbuai dan terbujuk."
Jika Perkins tidak mengalami sendiri sebagai EHM, ia pun merasa sangat sulit mempercayainya. "Inilah sebabnya saya menulis buku ini, karena negara kita (Amerika) betul-betul harus dibuat mengerti. Jika masyarakat dari bangsa ini memahami bagaimana sebenarnya kebijakan luar negeri kita, apa arti utang luar negeri sebenarnya, bagaimana perusahaan-perusaha an kita bekerja, ke mana uang pajak kita digunakan, saya yakin kita akan menuntut perubahan."
Di dalam bukunya, Perkins menceritakan bagaimana ia menjalankan sebuah rencana rahasia antara Pemerintahan Arab dan AS. Di awal 70-an, saat itu OPEC menggenggam kekuasaan dan memotong suplai minyak. Mobil-mobil di AS antre begitu panjang di pompa-pompa bensin. Hal ini membuat AS takut akan mengalami lagi kejadian seperti tahun 1929 - depresi besar ekonomi. Lalu, Departemen Keuangan menyewa Perkins dan beberapa EHM yang lain pergi ke Arab Saudi karena Arab Saudi adalah kunci untuk melepaskan AS dari ketergantungan. Akhirnya Kerajaan Arab setuju untuk mengirim hampir semua minyak mereka dan menginvestasikannya pada sekuritas-sekuritas pemerintahan Amerika. Departeman Keuangan menggunakan bunga dari sekuritas-sekuritas itu untuk menyewa perusahaan-perusaha an Amerika guna membangun Arab Saudi - kota-kota baru, infrastruktur baru - dan AS yang mengerjakannya. Kerajaan Arab juga menyetujui untuk menjaga harga minyak dalam batas kemampuan jangkauan AS, mereka telah melakukannya bertahun-tahun, dan AS setuju menjaga kekuasaan Kerajaan Arab selama mereka melakukan hal yang AS inginkan. "Kami telah melakukannya dengan sangat berhasil."
Ini juga salah satu alasan mengapa AS menyerang Irak. Awalnya, AS berusaha menjalankan strategi yang sama seperti yang berhasil dilakukannya di Arab Saudi, tapi Saddam Hussein tidak mau tunduk. Ketika skenario EHM ini gagal, langkah lain yang dilakukan adalah yang kita namakan "serigala-serigala" CIA (the jackals). Mereka mengirim orang-orang masuk Irak dan menggerakkan sebuah kudeta atau revolusi. Jika ini tidak berhasil, mereka melakukan operasi pembunuhan.
Pada kasus Irak, mereka tak mampu menjangkau Saddam Hussein. Ia mempunyai pasukan penjaga yang terlalu tangguh, berlapis-lapis. Mereka (CIA) tak dapat menjangkaunya. Lalu AS melakukan langkah ketiga jika EHM dan the jackals gagal, yakni yang disebut sebagai langkah "pertahanan" dengan perang, dengan mengirimkan orang-orang untuk terbunuh dan membunuh, inilah yang nyata-nyata telah kita kerjakan di Irak. Jauh sebelum Saddam, hal serupa telah dilakukan pada Presiden Panama, Omar Torrijos. Omar Torrijos telah menandatangani Perjanjian Kanal (the Canal Treaty) dengan Carter. Ini adalah isu tingkat tinggi. Namun Torrijos juga pergi dan bernegosiasi dengan Jepang untuk membangun sebuah kanal-laut di Panama. Jepang berkeinginan membiayai dan membangun kanal-laut di Panama itu.
Perundingan Torrijos ini membuat sangat marah Perusahaan Bechtel, waktu itu direkturnya adalah George Schultz dan senior council adalah Casper Weinberger. Ketika Carter terdepak dan Reagan terpilih, lalu Schultz menjadi menteri luar negeri dan Weinberger menjadi menteri pertahanan. Mereka kemudian mencoba menegosiasikan kembali Perjanjian Kanal dan agar tidak berhubungan dengan Jepang. Torrijos tetap tak bergeming, menolak. Torrijos adalah sosok yang punya prinsip. Ia memang punya persoalan dalam dirinya, tapi ia adalah orang yang mengagumkan. Dan kemudian, ia terbunuh dalam kecelakaan pesawat yang mengerikan, berhubungan dengan tape recorder yang meledak bersamanya. Saat itu Perkins ada di Panama. Ia sedang bekerja sama dengan Torrijos. "Saya tahu, kami (EHM) telah gagal. Saya tahu para "serigala-serigala" sedang mendekati dia, dan kemudian, pesawatnya meledak. Saya tak meragukan sama sekali bahwa ini adalah "sanksi" dari CIA, dan sebagian besar - para investigator Amerika Latin mempunyai kesimpulan yang sama.
Tentu saja, kita tak pernah tahu tentang hal ini di negara kita (AS). "Kejadian-kejadian ini membuat Perkins merasa sangat bersalah sepanjang waktu, tapi ia terus dibujuk. Kekuatan obat-obatan, seks, kekuasaan, dan uang, sungguh terlalu kuat baginya. Dan, tentu saja, ia melakukannya sebagai seorang yang tepat, pimpinan ekonom. Ia melakukan sesuatu yang Robert McNamara, Presiden Bank Dunia, inginkan. Bank Dunia (WB) menyediakan hampir semua biaya yang digunakan EHM. Semua terus berlanjut hingga terjadinya 11 September. Saat itu menjadi titik balik perubahan Perkins.
"Saya harus ungkapkan apa yang terjadi karena apa yang terjadi pada 11 September adalah akibat langsung dari apa yang EHM lakukan. Saya percaya bahwa WB dan institusi lain dapat diubah dan melakukan apa yang sebenarnya harus dilakukan, yaitu merekonstruksi bagian-bagian yang luluh-lantak di dunia. Menolong, sungguh-sungguh menolong orang-orang miskin. Ada 24 ribu manusia mati kelaparan tiap hari di dunia. Kita dapat mengubah itu," tegas Perkins mengakhiri wawancaranya.
Blog: http://www.pewarta- kabarindonesia. blogspot. com/