04 Januari 2009

SINAR PEMIMPIN


Para pemimpin memiliki kedudukan penting dalam masyarakat Al- Qur’an menegaskan supaya mengikuti dengan kalimat “ati’ullah waati’urrasul,waulil amri mingkum” (taatlah kepada perintah Allah dan taatlah kepada Rasul dan para pemimpin di antara kamu). Dalam istilah Arab terdapat ungkapan al-nas ala dini mulukihim (rakyat selalu mengikuti agama para pemimpin mereka). Ini berarti, pemimpin adalah teladan dan panutan umat qudwah hasanah. Karenanya, para pemimpin tidak hanya cukup terdidik, tapi mereka harus tercerahkan dengan akhlak mulia

Beberapa mufradat ayat menjelaskan, A`immah (para pemimpin), adalah jamak dari imam. Maknanya adalah panutan atau contoh yang diikuti baik dalam kebaikan maupun keburukan. Namun yang dimaksud di dalam ayat ini adalah panutan dan penuntun dalam hal kebaikan. Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di berkata: Mereka adalah ulama yang mengerti syariat. Mereka mengajak, memberi hidayah kepada dirinya dan kepada orang lain.

Hakikat pemimpin adalah ilmu. Ingat ketika Allah SWT, ingin menciptakan Adam sebagai khalifah di bumi, dan mendapat protes Malaikat yang intinya kira-kira, “apakah Engkau (Allah SWT) akan menciptakan mahluk yang saling bermusuhan dan ingkar. Sedangkan kami (malaikat) selalu taat kepada-Mu?” Allah SWT menjawab, “sesungguhnya kalian tidak tahu apa yang Aku ketahui”. Lalu Nabi Adam diajarkan dengan nama benda-benda. Para malaikat pun patuh dan sujud kepada Adam, kecuali Iblis.

Karena “ilmu” yang diajarkan itu, maka Adam menjadi khalifah (pemimpin). Artinya, pemimpin itu pada hakikatnya berilmu. Menjadi pemimpin haruslah berilmu sehingga ia menjadi sinar penerang (safara) bagi yang dipimpinnya. Sehingga pemimpin disebut sebagai ulama yang mengerti syariat, menajak, memberi hidayah kepada dirinya dan orang lain. Dan salah satu hadist menyebutkan, “pemimpin/ulama adalah safara (sinar penerang) di dunia dan sinar penerang di akhirat”. Kata “safara” disebut dua kali (di dunia dan akhirat). Ini mengisyaratkan bahwa menjadi pemimpin tidak hanya urusan dunia tapi juga bertanggungjawab untuk urusan akhirat.

Pemimpin sebagai “sinar” atau safara, sifatnya pastilah terang dan bercahaya cerah. Mustahil ada cahaya/sinar yang memantulkan kegelapan. Sinar berbias ke segala arah yang disinarinya, bukan untuk dirinya sendiri. Dan para Nabi sebagai pemimpin umat, senantiasa memohon kepada Allah agar jalan hidup pemimpin diterangi cahaya dan petunjuk. Seperti Nabi Musa As ketika mendapat tugas berdakwah menghadapi raja Firáun yang dzalim dan memperbudak rakyat, beliau berdoa ”ya Allah, lapangkanlah dadaku untukku”. (Q.S,Thaha : 25)
Nabi Muhammad SAW sendiri telah memperoleh pencerahan itu. Allah SWT telah melapangkan dadanya, menghilangkan kesulitannya, dan meninggikan nama dan sebutannya (Alam Nasyrah: 1-4). Dan rasulullah SAW pernah ditanya tentang makna melapangkan dada syahr al shard itu? Jawab beliau “Cahaya Allah yang dimasukkan hati manusia.” Itulah yang disebutkan oleh pakar tafsir Al-Razi sebagai pemimpin yang tercerahkan jiwa, yang lebih terang daripada Matahari. Cahaya matahari bisa terhalang oleh awan, tapi pencerahan jiwa tidak. Ia terus menaik, mendekati Allah (Fathir : 10). Cahaya matahari tenggelam diwaktu malam, sedangkan pencerahan jiwa di waktu malam justru makin terang da berbinar-binar.

Kalau kita renung-renung kenapa selama ini negeri kita carut marut? Jawabnya mungkin banyak pemimpin kita tidak bisa menjadi “sinar” (safara). Mereka pintar dengan bemacam gelar yang berderet-deret, tapi tidak tercerahkan, dan mengecewakan secara moral. Kenapa kadang yang dipimpin itu berontak dan menggeliat, karena mereka terhimpit dan tertindas akibat prilaku pemimpinnya. Ironinya ketika rakyat bergolak, seorang pemimpin sering mengklaim bahwa itu pembangkangan atas pemimpin. Semestinya pemimpin perlu koreksi diri, kenapa ia lawan rakyatnya.
.
Dalam kontek pencerahan bagi para pemimpin, maka ketika para pemimpin membiarkan suatu kejahatan, menyanjung suatu kemaksiatan dengan dalih modernisasi atau memuja korupsi karena bisa membantu kegiatan sosial, disebab jiwa mereka tidak tercerahkan. Dan itulah sejelek-jelek mentalitas.

Dalam konteks Aceh baru di bawah payung kepemimpinan gubernur Irwandi Yusuf dan Wagub Muhammad Nazar atau yang lebih dikenal sebagai pasangan “Sinar” (seuramoe irwandi-nazar) ketika masa kampanye dulu, benar-benar bisa menjadi “sinar” atau safara (penerang) bagi seluruh rakyat Aceh. Seperti janji “sinar”, akan memberikan kesejahtraan dan keadilan untuk semua. Sebab, sifat “sinar” yang memancarkan cahaya tidak hanya untuk dirinya tetapi mencerahkan sekitarnya. Diharapkan Aceh ke depan akan bersinar terang, dan benderang. Mustahil ada sinar yang memantulkan kegelapan. *** (panteue, 11/02/2007)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar